You are hereArtikel Misi / Strategi Menjangkau Orang Miskin di Kota-Kota Besar Negara Berkembang
Strategi Menjangkau Orang Miskin di Kota-Kota Besar Negara Berkembang
Sejak revolusi industri, hampir setiap kota besar dibanjiri oleh daerah kumuh dan "perumahan" liar. Negara-negara Eropa dapat mengatasi masalah tersebut dengan mengeksploitasi sumber daya yang ada. Di negara-negara maju, sumber daya terus meningkat karena meningkatnya kemakmuran negara dan emigrasi. Namun, tidak demikian halnya di negara-negara berkembang. Bagi negara-negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika, fenomena pascaperang nampaknya menghadirkan konflik yang tak dapat diatasi -- urbanisasi yang berlebihan (karena migrasi jutaan orang ke ibu kota yang terlalu cepat), rendahnya tingkat industrialisasi, dan sedikitnya lapangan pekerjaan.
Masyarakat miskin kota merupakan suatu kenyataan buruk yang bertumbuh dengan cepat. Meski inisiatif politik dan aksi sosial telah diupayakan, tetapi tampaknya masalah ini tidak kunjung teratasi. Secara keseluruhan, gereja terjebak di tengah kemasabodohan terhadap masyarakat miskin kota, sebab dan konsekuensi kemiskinan, serta luas dan pentingnya keterlibatan mereka di dalamnya.
Kategori Masyarakat Miskin Kota
Karakteristik fisik dan budaya setiap daerah kumuh di setiap negara berbeda-beda. Namun, proses yang membuat daerah itu ada dan dampak buruk dari daerah kumuh di setiap negara hampir sama. Ada tiga jenis komunitas miskin dan bagaimana Injil bisa masuk.
1. Daerah Kumuh Pusat Kota
Daerah ini adalah perumahan rusak di daerah yang dulunya dianggap sebagai perumahan kelas menengah dan kelas atas. Kategori ini disebut dengan "daerah kumuh keputusasaan" -- daerah yang ditinggali oleh orang yang telah tak berpengharapan dan tidak mau berusaha melakukan apa pun. Di daerah ini juga tinggal para imigran yang tinggal dekat dengan lapangan pekerjaan dan fasilitas pendidikan. Suasana keputusasaan, kemerosotan, serta struktur sosial dan pengharapan yang sudah hancur, menyulitkan masuknya Injil.
2. Lingkungan Penghuni Liar
Lingkungan ini disebut "daerah kumuh berpengharapan", yang ditinggali oleh pendatang yang mencari pekerjaan, menemukan tanah kosong, membangun rumah, mencari pekerjaan, dan kemudian mengembangkan relasi dengan orang-orang yang berasal dari daerah yang sama. Di daerah ini juga tinggal orang-orang yang putus asa -- orang-orang yang telah dipindah beberapa kali. Di daerah ini, tekanan sosial dan pengharapan menciptakan suasana positif bagi masuknya Injil.
3. Komunitas Miskin Lain
Komunitas ini adalah komunitas yang tidak memungkinkan untuk dibangunnya suatu gereja -- orang-orang jalanan, pecandu, pelacur, dan gelandangan.
Untuk memulai pelayanan bagi masyarakat miskin kota, akan bijaksana jika perhatian utama ditujukan kepada "daerah kumuh berpengharapan". Karena di daerah ini, semua jenis kemiskinan dapat ditemukan. Selain itu, daerah ini paling berpotensi untuk pelayanan komunitas Kristus dapat berdiri secara alami.
Kebutuhan Lingkungan Penghuni Liar
1. Kurang Pekerjaan
Sebuah survei jenis pekerjaan masyarakat daerah kumuh di Manila menunjukkan bahwa salah satu kebutuhan mereka yang paling kritis adalah pelatihan untuk mendapatkan keterampilan.
2. Kurang Tempat Tinggal
Ketidakmampuan untuk membeli, membangun, menyewa, atau menemukan tempat tinggal membuat para pendatang terpaksa mendiami tanah sengketa, tanah/bangunan pemerintah yang tak terpakai, daerah kosong yang sering kebanjiran, dan di tepi-tepi rel kereta api.
Berikut ini empat usaha yang biasa dilakukan oleh pemerintah negara berkembang.
a. Perumahan dengan harga melambung yang orang miskin tidak mampu beli;
b. Penghuni liar diusir dari tempat mereka tinggal dan dipindahkan;
c. Penyediaan lahan atau fasilitas agar penghuni liar mampu membangun rumah mereka sendiri; dan
d. Lahan yang ada diperbaiki kondisinya secara bertahap.
Dua pilihan terakhir memberikan harapan, tetapi absennya kebijakan yang efektif untuk merumahkan kaum miskin menyiratkan kecenderungan mengalokasikan fasilitas yang ada bagi kepentingan orang-orang kaya.
3. Struktur Sosial yang Rusak
Berpindahnya jutaan orang dari desa ke sebuah situasi tanpa struktur kontrol sosial seperti sebelumnya, yang penting dalam perpindahan ini, akan mengarah pada kehancuran total tata nilai-nilai moral serta hubungan komunitas dan keluarga. Pelanggaran susila, perjudian, dan mabuk-mabukkan akan terjadi tanpa ada yang mengawasi.
4. Rumah Kaum Papa
Hunian liar menjadi tempat tinggal akhir bagi orang-orang yang gagal dan terbuang. Para janda, yatim piatu, orang tuli, bisu, buta, alkoholik, pecandu, dan sebagainya akan menemukan tempat kumuh sebagai satu-satunya tempat di mana mereka bisa tinggal.
5. Ketidakadilan, Tekanan, dan Eksploitasi
Dalam konteks ini, perbudakan dan pelacuran muncul. Mereka dieksploitasi. Politikus korup, para pemilik tanah, pengusaha, dan sejenisnya mencurangi mereka dan menciptakan kemiskinan menjadi semakin berat.
Panggilan Misi
Apakah hati kita tidak tersentuh dengan belas kasih seperti Guru Agung kita.
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu." (Matius 9:36-38)
Tugas Ke Depan
Amanat Agung memerintahkan kita untuk "memuridkan bangsa-bangsa". Kita memiliki mandat untuk juga membawa daerah kumuh itu di bawah kuasa Allah dan menuntun mereka kepada Kerajaan Surga.
Metode kita adalah mengabarkan Kabar Baik, mengajar mereka untuk taat pada Injil, dan mengembangkan gerakan pelayanan yang ada di persekutuan orang-orang miskin.
Kita harus percaya pada Tuhan akan adanya pertobatan, pemuridan, kepemimpinan dari daerah kumuh, persekutuan, dan sekolah Alkitab yang nantinya akan memengaruhi kehidupan ekonomi, sosial, dan politik daerah kumuh.
Campur Tangan Banyak Orang
Kerajaan Allah akan ada di antara orang miskin apabila ada orang-orang yang memohon kepada Tuhan "untuk menyampaikan Kabar Baik kepada orang-orang miskin" (Lukas 4:18).
Langkah pertama adalah membangun komunitas yang berkomitmen untuk mendoakan dan melayani kota, yang berkomitmen untuk:
a. berdoa setiap hari bagi orang miskin dan para pelayan Tuhan yang ada di antara mereka;
b. berpuasa secara rutin;
c. hidup sederhana; dan
d. memberikan waktu dan dana bagi kepentingan pelayanan untuk orang miskin.
Gaya Hidup Miskin
Langkah kedua adalah menjalankan panggilan menjadi pelayan inkarnasi di daerah kumuh; para pria dan wanita yang suka bekerja, berkorban, dan menderita, yang jiwanya terbakar oleh belas kasih, serta yang rela menjalani hidup miskin untuk mewartakan Kerajaan Allah bagi orang-orang miskin.
Membangun Gerakan Pemuridan
Keadaan kemiskinan yang sangat ekstrem memerlukan orang-orang yang bersedia berkomitmen untuk membangun gerakan pemuridan secara bertahap. Gereja pertama diawali dengan gerakan pemuridan selama enam tahun. Kemudian 15 sampai 20 tahun untuk membangun gerakan para petobat dan persekutuan.
Gerakan Orang Lokal
Setiap tim misionaris akan tinggal di salah satu area selama enam tahun -- waktu yang cukup untuk mendewasakan kepemimpinan tingkat pertama. Pada saat itu, semua, kecuali satu atau dua orang yang memiliki talenta memimpin pergerakan (mereka yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk memahami, menginterpretasikan budaya, dan menjalin relasi di dalam ranah budaya tersebut), akan digabungkan ke dalam sebuah tim baru.
Setelah sepuluh tahun, diharapkan gereja-gereja yang telah dibangun oleh tim perintis akan sepenuhnya lepas dari kepemimpinan misionaris dan semua misionaris merintis tim baru lagi.
Tidak Bisa Tanpa Pengorbanan
Ada harga yang harus dibayar saat meninggalkan keluarga untuk tinggal dan melayani di daerah kumuh. Hal itu harus dipikirkan baik-baik dan diterima. Pelayanan ini mungkin cocok bagi pria atau wanita belum menikah, yang memilih untuk sendiri selama beberapa tahun. Pasangan muda mungkin menunda untuk memiliki anak sampai mereka mapan di daerah kumuh dan mengerti bagaimana bertahan terhadap kemiskinan, mabuk-mabukan, makanan, iklim, dan kebencian di daerah miskin.
Sikap Melayani
Yesus menjadi manusia dan tinggal di antara kita selama tiga puluh tahun untuk belajar tradisi dan kebudayaan kita. Kita harus meneladani-Nya. Komitmen seumur hidup melibatkan pembelajaran bahasa dan budaya. Seorang pelayan harus pergi dengan sejenis dedikasi untuk menjadi pelajar. Dengan mempelajari bahasa, maka komunikasi dapat terjadi dengan baik. Untuk itu, kita harus banyak meluangkan waktu bersama orang-orang miskin tersebut, dengan mendengarkan dan mempelajari bahasa dan budaya mereka.
Orang Kristen yang melayani di daerah miskin harus mengadopsi peran yang akan memampukan mereka mengomunikasikan Kabar Baik dengan cara yang alami. Kehidupan dan pelayanan Yesus memberikan teladan peran sebagai Teman, Pelajar, Perantara, dan Pembawa Cerita.
Untuk menjangkau orang miskin, seseorang harus menjadi miskin di antara orang miskin. Untuk itu, ada lima hal penting yang diperlukan untuk dapat bertahan dalam situasi itu.
- Pengawasan masakan dan air matang,
- Toilet higienis,
- Satu hari libur seminggu sekali ke tempat tenang,
- Sebuah ruang kecil untuk privasi, dan
- Tim penyembah suportif dalam wilayah yang sama.
Di luar itu, keluarga misionaris harus menghadapi dan mencari solusi untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan dan kesehatan anak. Ada juga banyak tekanan saat harus melayani di tempat seperti itu. Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Yang harus dilakukan adalah tetap mengingat bahwa Yesus telah datang untuk memberitakan Injil bagi kaum miskin serta mengosongkan diri-Nya dan menjadi Pelayan bagi sesama.
Penyembahan, doa, dan pendalaman Alkitab sangat diperlukan untuk menghadapi stres emosional bagi pelayan yang hidup bersama orang miskin.
Karya Roh Kudus
Mustahil melayani di daerah melarat dan penderitaan tanpa pengalaman lawatan Roh Kudus dalam kehidupan mereka. Pelayanan penyembuhan, berurusan dengan pekerjaan iblis, dan mukjizat adalah sesuatu yang normal dalam mengabarkan Injil bagi kaum miskin.
Transformasi Komunitas
Transformasi ekonomi seharusnya menjadi perhatian serius bagi pelayanan untuk orang miskin, karena ini adalah hal yang harus segera diatasi. Tidaklah cukup untuk menyelamatkan jiwa seseorang jika akhirnya lingkungannya memaksanya untuk kembali hidup dalam dosa.
Saat persekutuan antarorang percaya terbentuk, adalah tugas misionaris untuk memampukan mereka mengenali dan bagaimana memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.
Salah satu masalah pokok adalah kurangnya pembelajaran keterampilan di daerah miskin. Kita harus memotivasi gereja dan badan kemanusiaan untuk menyediakan fasilitas pendukung untuk mengajar keterampilan bagi mereka.
Harus diupayakan adanya sekolah kejuruan, koperasi, dan pelatihan dalam manajemen keuangan untuk mencapai suatu komunitas yang stabil secara ekonomi. Tidak hanya itu, masalah penindasan, eksploitasi, dan ketidakadilan juga harus diperhatikan. Kita semua diperintahkan untuk berlaku adil (Mikha 6:8) dan membela hak orang miskin (Amsal 31:8-9). Perumahan adalah salah satu masalah yang memerlukan pemroklamiran Injil untuk para pejabat pemerintah agar bertobat dan mengajar mereka dasar alkitabiah pengembangan komunitas, perencanaan kota, kejujuran dalam membangun, dsb.
Dalam membela keadilan, kita mungkin sering kali terlibat dalam partai politik, tetapi kita telah berkomitmen untuk tidak menganut ideologi politik apapun kecuali keadilan dan kebenaran Kerajaan Allah. Sikap seperti itu mungkin akan berbahaya. Hikmat dan perhatian sangat dibutuhkan, tetapi penarikan diri dari kompleksitas kehidupan tidak seharusnya dilakukan oleh pelayan Tuhan.
Komunitas Pelayan
Panggilan gereja komunitas adalah mengirim pelayan dua per dua untuk membangun persekutuan di antara orang miskin. Idealnya, orang-orang melayani dalam sebuah tim yang terdiri dari 4 sampai 8 anggota, anggota lainnya adalah relawan. Setiap dua anggota dari tim-tim yang ada akan tinggal di daerah penghuni liar yang berbeda dalam kota, dan akan kembali setiap seminggu atau dua minggu sekali untuk bersama-sama melakukan penyembahan, pelatihan, dan berkumpul untuk saling berbagi dengan seluruh anggota tim.
Setiap tim memerlukan seorang pemimpin yang ahli dalam pelayanan dan pemahaman lintas budaya serta bijak.
Tidaklah bijaksana untuk masuk ke dalam suatu komunitas dengan kebersamaan yang terlalu erat/dekat karena stres akan meningkat cepat dalam konteks itu. Hal itu juga merintangi adaptasi dan inisiatif budaya. Karena itu, setiap pelayan akan dan harus memiliki keterampilan yang cukup untuk mengembangkan pelayanan yang independen, tetapi tetap menjaga saling ketergantungan antartim.
Misionaris potensial harus datang bersama terlebih dahulu ke ladang pelayanan untuk mengembangkan relasi, belajar bagaimana mempelajari bahasa dan budaya, dan mengembangkan pemahaman bersama tentang pelayanan bagi orang miskin. Beragam pendekatan akan berkembang karena adanya perbedaan kebutuhan dan talenta setiap orang.
Menempatkan Pengusaha
Fase pertama pelayanan adalah menempatkan pelajar, pengusaha, pengajar, dan tim pelayanan yang "mobile" di dekat daerah pelayanan. Diperlukan suatu kreativitas yang luar biasa untuk dapat mencari jalan masuk ke ladang pelayanan untuk waktu jangka panjang -- pelajar, pengusaha yang membangun industri kecil, karyawan multinasional, turis yang setiap tiga bulan harus meninggalkan negara untuk memperbaharui visanya, dan pekerja kemanusiaan (sosial).
Itu artinya kita memerlukan orang-orang yang tidak hanya ahli dalam pelayanan, tapi juga dalam profesi dan perdagangan. Itu artinya diperlukan orang-orang yang memilih hidup sendiri selama beberapa waktu, yang berkomitmen untuk masuk jauh ke dalam budaya dan secara konstan melayani.
Misionaris baru akan lebih baik jika ia adalah seorang pengusaha. Seorang pelayan yang dapat memfasilitasi, menciptakan etos, membantu dalam pelatihan, membantu mengembangkan kerja sama tim, dan memberikan arahan. (t/Dian)
Selamat terlibat dan melayani.
Diterjemahkan dan diringkas dari: | ||
Judul buku | : | A Strategy To Reach The Urban Poor Of The Third World`s Great Cities |
Penulis | : | Viv Grigg |
Penerbit | : | Lingua House, Pasadena |
Halaman | : | 3 -- 22 |
- Printer-friendly version
- Login to post comments
- 9813 reads